Kebijakan Pencegahan Eksploitasi dan Kekerasan Seksual

Kebijakan Pencegahan Eksploitasi dan Kekerasan Seksual (“Kebijakan”) ini menetapkan dasar di mana ICT Watch Indonesia (“kami”) memiliki tanggung-jawab untuk memastikan seluruh tim struktural internal kami maupun mitra kerja eksternal, memiliki pemahaman dan upaya bersama mencegah terjadinya tindak kekerasan seksual, non-konsensual atau atas dasar ketimpangan relasi kuasa. Hal ini bertujuan untuk mewujudkan rasa aman bagi setiap orang. Kebijakan ini juga sebagai langkah prosedural penanganan kasus kekerasan seksual jika terjadi di lingkungan kerja ICT Watch.

Kebijakan ini dibuat dengan mengacu terhadap aturan hukum di Indonesia yaitu Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 28I ayat (2), UU No 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi, UU No 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan UU No 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Selain itu, panduan ini juga mengikuti standar UN Protocol on Allegations of Sexual Exploitation and Abuse Involving Implementing Partners.

Kebijakan ini berlaku bagi “Pihak Terkait” yaitu: Pengawas / Pembina / Pengarah / Penasehat ICT Watch, Pengurus Harian ICT Watch, Sukarelawan ICT Watch dan pihak lain yang bekerjasama, berkolaborasi dan/atau bermitra dalam program dan/atau kegiatan ICT Watch, dengan pendekatan “tidak ada toleransi” (zero tolerance approach).

A. PRINSIP-PRINSIP KEBIJAKAN

  1. Bebas Diskriminasi

Kami berkomitmen untuk memastikan bahwa pihak terkait mendapatkan lingkungan dan ruang yang bebas dari diskriminasi, perundungan dan pelecehan seksual dalam kegiatan kami. Kami mempunyai pendekatan tanpa toleransi sama sekali (zero tolerance approach) dalam menangani insiden-insiden terkait kekerasan seksual, apapun konteksnya.

  1. Hak Korban / Penyintas

Panduan ini menggunakan pendekatan yang memprioritaskan hak, kebutuhan dan permintaan korban dan penyintas, serta memastikan penanganan kasus secara proporsional dan prosedural untuk semua pihak, dengan menjamin kerahasiaan dan privasi.

  1. Laporan Pihak Lain

Pihak lain yang menyadari adanya perilaku yang dapat dilaporkan sangat diharapkan untuk membuat laporan melalui saluran pelaporan, dan menyebutkan identitas korban ataupun penyintas jika individu tersebut memberikan izin.

B. PERILAKU YANG DAPAT DILAPORKAN

Adapun Perilaku Kekerasan Seksual yang dapat dilaporkan adalah:

  1. Pelecehan Seksual (Fisik maupun Non-Fisik)

Seseorang telah dapat ditetapkan melakukan pelecehan seksual apabila dia membuat rayuan atau permintaan seksual yang tidak diinginkan (non-konsensual), atau melakukan tindakan tidak diinginkan lainnya yang bersifat seksual, baik secara fisik maupun non-fisik, sehingga korban dapat merasa tersinggung, terhina, terlecehkan ataupun terintimidasi.

  1. Eksploitasi Seksual

Eksploitasi seksual diartikan sebagai tindakan maupun percobaan penyalahgunaan posisi, kekuasaan, wewenang atau kepercayaan yang timpang atau tidak setara, untuk tujuan seksual. Hal ini termasuk terkait kepentingan / motif imbalan ekonomi, sosial ataupun politik dari eksploitasi seksual kepada orang lain.

  1. Penyiksaan Seksual

Penyiksaan seksual adalah ancaman ataupun tindakan kekerasan, pemaksaan atau pengondisian seksual yang menyakiti fisik secara non-konsensual. Adapun bentuknya sebagaimana diatur dalam UU No 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

  1. Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik

Kekerasan seksual yang dimaksud berbasis eletronik adalah: Melakukan perekaman dan atau mengambil gambar atau tangkapan layar yang bermuatan seksual di luar kehendak atau persetujuan orang yang menjadi objek perekaman atau gambar atau tangkapan layar, mentransmisikan informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang bermuatan seksual di luar kehendak penerima yang ditujukan terhadap keinginan seksual, dan/atau melakukan penguntitan dan atau pelacakan menggunakan sistem elektronik terhadap orang yang menjadi objek dalam informasi atau dokumen elektronik untuk tujuan seksual.

  1. Tindakan Seksual Bawah Umur

Semua jenis dan bentuk kegiatan seksual dengan individu atau kelompok anak (di bawah umur 18 tahun) adalah sebuah tindakan kekerasan seksual. Batas usia ini mengacu pada UU no 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

C. PELAPORAN & PENANGANAN

  1. Mekanisme Pelaporan

Kami mendorong siapapun yang meyakini maupun melihat bahwa Perilaku yang Dapat Dilaporkan telah terjadi dan dilakukan oleh Pihak Terkait sebagai berikut:

  • Pelaporan melalui email lapor-peks [at] ictwatch.id dan dapat ditembuskan ke salah satu atau beberapa pengurus / pengawas ICT Watch
  • Pelaporan dapat juga melalui formulir online http://s.id/lapor-peks
  • Pelaporan dapat dilakukan secara anonim ataupun melampirkan identitas asli dengan wajib mencantumkan kontak untuk dihubungi guna verifikasi pelaporan
  • Setiap pelapor akan dijamin keamanan dan kerahasiannya
  1. Mekanisme Penanganan

Untuk menindaklanjuti laporan, maka ICT Watch akan membentuk Tim Penanganan Laporan (TPL) yang tidak terlibat serta tidak memiliki konflik kepentingan dengan kasus yang dilaporkan, maksimal 1 (satu) minggu setelah adanya laporan.

Adapun anggota TPL tersebut adalah:

  • Satu (1) orang perwakilan Pengawas ICT Watch
  • Satu (1) orang perwakilan Pengurus ICT Watch
  • Dua (2) orang perwakilan Pihak / Institusi Luar yang Kompeten dan Bereputasi Baik

Masa kerja TPL adalah maksimal tiga (3) bulan dengan laporan hasil penelaahan kasus setidaknya setiap 1 (satu) bulan sekali. Korban dan penyintas akan diberikan informasi secara komprehensif, transparan dan akuntabel mengenai proses dan status pelaporan dan penyelesaian kejadian tersebut. Korban dan penyintas dapat dilibatkan dalam proses penyusunan keputusan.

  1. Fungsi dan Tugas TPL
  • Menyiapkan jalur komunikasi yang aman dengan tetap menjaga privasi untuk berkomunikasi dengan Pihak Korban/Pihak Pelapor, Pihak Pelapor Tambahan ataupun Pihak yang Dilaporkan, guna melakukan verifikasi maupun investigasi.
  • Menyusun rekomendasi penyelesaian kasus secara professional, proporsional dan fokus pada keamanan privasi  keselamatan, dan pemulihan kondisi korban.
  • Memberikan hasil rekomendasi kepada Dewan Pengawas dan Pengurus ICT Watch untuk kemudian diputuskan Tindakan Sanksi sesuai Panduan ini.

D. TINDAKAN SANKSI

Pelaku atas perilaku pelanggaran tersebut harus menerima keputusan akhir yang ditetapkan oleh Dewan Pengawas dan Pengurus ICT Watch atas pertimbangan dan masukan dari TPL. Sanksi tersebut dibagi atas tiga (3) kategori, yaitu:

  1. Kategori Ringan

Pelaku pelanggaran akan diberikan konsekuensi berupa surat peringatan tertulis atau SP1. Jika dalam waktu selanjutnya SP1 ini tidak diindahkan, maka pelaku akan diberikan sanksi kategori berat yaitu dikeluarkan dari lingkup kerja / kemitraan ICT Watch.

  1. Kategori Sedang

Pelaku pelanggaran akan diberikan konsekuensi berupa dinonaktifkan sementara dalam kegiatan-kegiatan ICT Watch selama minimal enam (6) bulan dan dapat diaktifkan kembali melalui surat dari Dewan Pengawas dan Pengurus ICT Watch. Jika dalam waktu selanjutnya SP1 ini tidak diindahkan, maka pelaku akan diberikan sanksi kategori berat yaitu dikeluarkan dari lingkup kerja / kemitraan ICT Watch.

  1. Kategori Berat

Pelaku pelanggaran akan diberikan konsekuensi berupa dikeluarkan dari lingkup kerja / kemitraan ICT Watch.

E. TINDAKAN PEMULIHAN

Atas adanya laporan yang dilanjutkan dengan, proses verifikasi, investigasi, penyusunan rekomendasi dan pengambilan keputusan akhir, maka sejumlah konsekuensi lain yang menjadi penyerta adalah sebagai berikut:

  1. ICT Watch akan memberikan dukungan sepenuhnya apabila Korban menuntut permintaan maaf dari Korban dan/atau hendak meneruskan kasus yang dilaporkan ke ranah hukum / pengadilan.
  2. Adanya kerugian Korban baik material maupun immaterial akibat kasus yang dilaporkan, sepenuhnya adalah tanggung-jawab Pelaku.
  3. ICT Watch akan melakukan pemulihan nama baik,  posisi / jabatan Korban maupun hak-hak lain dari dirinya yang terpengaruh secara langsung akibat kasus yang dilaporkan.
  4. Dalam batasan tertentu, ICT Watch dapat memberikan dukungan penanganan / pemulihan kesehatan fisik dan psikis kepada Korban sesuai dengan peraturan / perundang-undangan ketenagakerjaan yang berlaku.
  5. Bila laporan kasus ini ternyata tidak mendasar atau tidak dapat dibuktikan kebenarannya setelah melalui proses verifikasi dan investigasi oleh TPL, maka pihak Pelapor wajib segera mencabut laporannya, meminta maaf kepada pihak yang dilaporkan serta memulihkan nama baik pihak terkait secara musyawarah untuk mufakat.

E. MANAJEMEN SDM

  1. Dalam melakukan perekrutan sumber daya manusia (SDM) ICT Watch akan memastikan pemeriksaan latar belakang kandidat terkait perilaku yang bertentangan dengan panduan ini dan memintanya untuk memberikan pernyataan tertulis bahwa tidak pernah terkena kasus atau sanksi mengenai kekerasan seksual sebelumnya. ICT Watch menerapkan “tidak ada toleransi” (zero tolerance approach) pada kandidat SDM terkait praktik kekerasan seksual yang pernah dilakukan.
  2. Setiap SDM ICT Watch secara bertahap dan berkelanjutan diwajibkan mengikuti pelatihan (online maupun onsite) tentang Pencegahan Kekerasan Seksual, termasuk kewajiban untuk melakukan aksi pencegahan sebagaimana diatur dalam pedoman ini. Adapun untuk materi pelatihan fundamental akan berdasarkan standar PBB sebagaimana merujuk pada e-kursus Prevention of Sexual Exploitation and Abuse (PSEA).

F. LAYANAN PENDUKUNG

Untuk laporan atau berdiskusi lebih lanjut, silakan menghubungi Petugas Pencegahan Kekerasan Seksual (Sexual Violence Prevention Oficer) kami, yaitu:

Untuk memberikan dukungan terhadap penyintas ataupun korban kekerasan seksual, ICT Watch akan bekerja sama dengan institusi lain yang memiliki pengetahuan dan kompetensi terkait.

Tanggal Efektif : 01/06/2022
Terakhir diperbarui: 16/06/2022